JANGAN DIBACA MALEM-MALEM APALAGI SENDIRIAN
Hai guys! Belakangan gue lagi tertarik banget
ama cerita-cerita horor, terutama yang kisah nyata nih. Setelah bertapa di
dunia elektronik selama beberapa lama sampe kumis janggut en bulu ketek tambah
panjang, gue menemukan beberapa cerita yang super-bikin-merinding dan
super-bikin-lu-ga-berani-ke-toilet-sendirian. Ini bukan
kisah yang gue alami sendiri btw. Biar gue bagiin sekarang ama kalian.
And don’t forget guys, these are all true
stories :D
Gadis Kecil
Aku tinggal di sebuah rumah selama empat
tahun, sejak umurku sebelas sampai hampir enam belas tahun. Selalu saja ada sesuatu yang
terjadi di rumah itu. Pintu-pintu membuka dan menutup sendiri, suara-suara,
bunyi langkah kaki. Tidak ada benda yang terletak tetap di tempat kau taruh itu
sebelumnya, selalu berpindah-pindah. Aku sering sendirian di rumah karena kedua
orangtuaku bekerja dan aku selalu ketakutan.
Salah satu hal yang paling
mengganggu di rumah itu adalah seorang gadis kecil di kamar mandiku. Setiap kali
aku berjalan melewati pintu kamar mandi (yang sering kulakukan karena kamar
mandi itu terletak tepat di depan kamarku), aku melihat seorang gadis kecil
dengan rambut pirang keriting dan gaun sewarna mawar. Gadis itu hanya berdiri
saja disana, menatapku, seperti sebuah foto dari tahun 1905. Kuusahakan agar pintu selalu tertutup sehingga aku bisa
melewati kamar mandi tanpa melihat gadis itu, tapi dia selalu disana tiap kali
aku membuka pintu. Sekali waktu aku melangkah melewat dia, aku tidak bisa
melihatnya lagi tapi aku bisa merasakan dia ada di sana. Gadis itu membuatku
takut, tapi aku merasa kasihan juga padanya karena dia terperangkap disana,
sama sepertiku, hanya saja dia terperangkap selamanya.
Ketika tahun demi tahun
berlalu dan segala sesuatu yang terjadi di rumah itu semakin bertambah parah, gadis
itu kelihatan… semakin gelap. Aku mulai merasa bahwa sebenarnya dia bukan
semata-mata ‘seorang gadis kecil’. Aku tahu ada sesuatu yang buruk dalam rumah
itu dan aku merasa sesuatu itu selalu berusaha menarik perhatianku. Sampai-sampai
aku mulai berpikir bahwa aku sudah gila.
Suatu hari, ketika aku berumur
14 tahun, temanku dari luar kota datang menginap di rumahku selama seminggu. Aku
sama sekali tidak memberitahunya tentang rumah ini karena kupikir dia pasti
tidak jadi datang kalau kuceritakan semuanya. Tepat ketika temanku sampai, kami
duduk-duduk di kamarku dan kemudian dia pergi ke kamar mandi. Sekitar semenit
kemudian dia kembali dengan ekspresi bingung dan berkata, “Jadi, ada gadis
kecil di kamar mandimu.”
“Um, yeah, dia nongkrong di
situ. Pirang kan?”
“Keriting? Dengan gaun pink? Yeah.
Kau tahu itu bukan benar-benar seorang gadis kecil, kan?”
Aku hampir muntah. Begitu leganya
aku, sekaligus ketakutan dan senang dan siap untuk lari keluar rumah sambil
berteriak-teriak. Temanku itu tidak mau menggunakan kamar mandiku selama sisa
minggu dan aku juga mulai jarang menggunakannya sebisa mungkin tanpa membuat
orang tuaku kesal (karena mereka tidak mau percaya).
Akhirnya kami pindah rumah dan
aku merasa sangat senang. Aku berusaha tak memikirkan rumah itu sebisa mungkin.
Kemudian, ketika aku berumur 18, aku mengajak temanku yang lain untuk mengambil
beberapa barang yang kutinggalkan di rumah itu (orangtuaku tidak berhasil
menjualnya sampai 5 tahun kemudian). Di menit kami tiba di properti tersebut,
temanku langsung kelihatan tidak nyaman. Ketika kami sampai di parkiran, dia
menjadi amat pucat. Aku tahu ada sesuatu yang salah, tapi dia bersikeras
semuanya baik-baik saja, jadi kami pun mulai bekerja. Setelah beberapa saat dia
bilang dia butuh ke toilet dan aku menunjuk kamar mandiku. Belum sampai 20
detik dia sudah bergegas kembali, napasnya terengah-engah, dan membanting pintu
menutup di belakangnya. Dia mulai menyerocos soal gadis kecil berambut pirang
yang sebenarnya bukan seorang gadis kecil. Tiba-tiba dia terdiam, menatapku
tepat di mata, dan teramat serius ketika berkata, “Gadis itu tidak senang. Padamu.
Kau meninggalkannya, dan tidak seharusnya kau begitu.”
Kami segera melemparkan
apa-apa saja yang bisa diraih dalam dua kali bolak-balik ke mobilku dan secepat
mungkin meninggalkan rumah tersebut.
Photographic Memories
Aku tumbuh di New Mexico dan
sangat senang melakukan kegiatan outdoor, hiking, camping, memanjat tebing,
dll. Di suatu musim panas ketika aku berusia 19 tahun, aku pergi camping sendirian
selama 4 hari/3 malam dekat rumah orangtuaku. Mungkin kedengarannya aneh tapi
aku sudah sering kesini dan aku tahu disini aman.
Aku membawa kamera dan
mengambil banyak sekali foto. Ketika aku kembali dan mencuci foto, ada 3 foto
ekstra yang tidak pernah kuambil… fotoku… yang sedang tidur. Sebuah tiap malam.
Barang-barangku tidak ada yang
hilang atau tercuri dan tidak ada hal aneh yang terjadi, tapi siapa yang
mengambil fotoku saat sedang tidur? Hal itu membuatku takut.
Apa Yang Diketahui Anjingku
Di apartemen tuaku, anjingku
kadang-kadang suka menatap koridor menuju kamar tidur dan menggeram, entah
untuk tujuan apa. Juga kadang-kadang, ketika aku sedang tidur (anjingku tidur
di kaki ranjang), aku akan terbangun melihat anjingku menatap pintu dengan
tajam sambil menggeram. Anjingku adalah Great Dane betina besar, seberat 140
pon dan berliur.
Jadi aku tinggal disana selama
beberapa tahun sambil berpikir, oke, anjingku punya imajinasi hebat.
Ternyata salah. Suatu malam
aku terbangun bukan karena anjingku menggeram, melainkan menyalak sekeras
mungkin. Dan bukan ke arah pintu… dia menyalak tepat ke arahku. Aku membuka
mata, dan segera kulihat seberkas cahaya buram, membungkuk di atasku, sangat
dekat—kurang dari enam inci dari wajahku. Tidak bisa dikatakan apakah itu
kelihatan seperti seseorang—lebih tepat dikatakan kalau itu cuma seberkas
nebula berwarna (yang biasanya kaulihat di majalah sains) seukuran manusia. Aku
segera mendapat kesan bahwa apapun ini telah mengawasiku tidur. Entah sudah
berapa lama, dan berapa kali. Tapi aku tidak tahu apa yang dia inginkan, apakah niatnya jahat atau hanya ingin tahu.
Aku langsung melompat dan
menjauhi ranjang, terlalu takut untuk teriak, dan berkas cahaya buram itu
memudar dan menghilang kira-kira 3 detik kemudian.
Tak lama setelah itu, aku
menanyai manager apartemenku, apakah ada yang pernah meninggal disana. Dia memeriksa
hal itu, kemudian menemuiku beberapa minggu kemudian dengan jawaban iya,
seorang wanita pernah mati akibat overdosis obat di tahun 1995 (12 tahun yang
lalu), tak lama setelah anaknya diambil darinya karena masalah
ketergantungannya itu.
Anjingku masih sekali-kali
menggeram ke arah koridor, tapi aku tidak pernah melihat apapun lagi. Aku pindah
dari sana sekitar setahun kemudian.
Ada Sesuatu Di Tangga
Ketika aku masih kecil, aku sering
menaiki tangga secepat yang aku bisa, seolah-olah aku sedang bermain kejar-kejaran.
Mungkin saat itu aku baru berusia 5 atau 6 tahun, entahlah, pokoknya aku masih
sangat kecil. Di suatu tempat di atas tangga, sebuah suara mulai berbisik
padaku. Suara itu membuat taruhan, semacam… “Aku bertaruh satu penny kau tidak
bisa sampai ke puncak tangga.”
Aku tidak pernah berpikir ada
batas waktu atau apapun. Seperti yang kukatakan, aku masih sangat kecil
sehingga kemungkinan aku masih belum bisa berhitung. Ha. Aku ingat pernah duduk-duduk
di puncak tangga, mengobrol dengan suara itu, tentang taruhan, tentu saja. :p
Akhirnya si suara (yang
kedengaran seperti bisikan pria dewasa, bukan suara dalam kepalaku sendiri)
mulai bertaruh dengan hidupku. Bukan lagi dengan penny, dia akan berkata, “Aku
bertaruh hidupmu, kau tidak bisa mencapai puncak tangga bla bla bla.”
Semakin aku bertambah besar,
suara itupun berhenti. Aku tidak pernah benar-benar memikirkan hal tersebut. Aku
juga tidak pernah menceritakannya pada siapapun… SAMPAI suatu malam ketika aku
menginap di tempat kakak laki-lakiku (aku sudah 18 tahun, dia 22) dan kami
saling bercerita horor. Entah mengapa aku menceritakan soal “suara di
puncak tangga” dan kakakku mendadak terdiam dan tampak aneh. Belum sempat
kuceritakan soal taruhan itu, dia berkata, “Apa suara itu bertaruh padamu?”
Kami saling berpandangan,
sama-sama ketakutan. Mengerikan sekali rasanya karena ternyata suara itu juga berbicara padanya. *merinding*
Banyak masalah terjadi di
keluargaku pada waktu itu, dan ibuku, seorang wanita religius, pernah berkata
bahwa ada banyak “hal jahat” dalam hidup kami waktu itu. Tidak pernah
kupikirkan sebelumnya bahwa rumah kami berhantu. Btw rumah itu dibangun di
akhir tahun 70-an dan semakin aku bertambah dewasa, aku tidak pernah mengalami
hal aneh lagi.
Dilewati
Kami pernah pergi camping
sekali, mengendarai mobil melewati beberapa kota, ayahku yang mengemudi, ibuku
di kursi penumpang, dan aku di belakang mereka, bersandar pada sambungan yang
memisahkan bagian kemudi dengan karavan. Saat itu sore, belum sepenuhnya gelap.
Kami sedang mengobrol dan ibuku sedang melihat keluar jendela ketika dia
tiba-tiba berteriak, “Ya Tuhan, ya Tuhan, Gene? Apa kau melihatnya?”
Ayahku berkata, “Ya. Aku melihatnya. Aku pelan-pelan saja dan biarkan mereka lewat.”
Mobil kami memelan dan sebuah
mobil menyusul kami di sebelah kanan. Aku tidak bisa melihat dalamnya, tapi jendela mobil
itu terbuka dan lengan yang menggantung di jendela kelihatan seperti
seseorang yang kurus sekali (perlu diingat bahwa setir mobil Eropa terletak di sebelah kiri, jadi kami langsung tahu itu pengemudinya).
Aku bertanya pada ibuku apa
yang sebenarnya dia lihat, dan dia berkata bukan apa-apa. Ayah juga mengatakan
hal yang sama.
Beberapa tahun kemudian, aku
menanyakan hal itu lagi pada mereka.
Ibu akhirnya menjawab, “Tengkorak. Dan itu
bukan topeng, karena kau bisa melihat tembus ke rahangnya. Itu punya lidah dan
mata. Itu adalah Kematian.”
Dari Mulut Para Bayi
Ketika kakak perempuanku
lahir, kedua orangtuaku pindah ke sebuah rumah kecil. Di rumah itu, ruang
cuci terletak tepat di seberang meja dapur. Kakakku sering terlihat melambai
dan menatap dan tertawa ke arah ruang cuci. Perilaku ini terus terjadi dalam
waktu yang lama dan ketika dia bisa bicara, orangtuaku bertanya pada
siapa dia mengobrol disana. Kakakku menatap mereka dan menjawab, “Anak laki-laki.” Mereka lalu bertanya apakah anak itu baik dan sebelum menjawab, kakakku
terdiam sejenak. “Iya,” katanya kemudian. Sesudah itu kakakku bertumbuh besar dan
lupa soal anak laki-laki itu, membuat orangtuaku lega dan menganggap anak itu cuma
teman khayalannya saja. Mereka pun tidak pernah menyebut-nyebut soal itu lagi.
Ketika kemudian aku lahir, aku
melakukan hal yang sama dan waktu aku mulai bisa bicara, orangtuaku
bertanya lagi pada siapa aku bicara disitu. Aku menjawab, “Anak laki-laki.” Mereka
pun bertanya lagi apakah anak itu baik dan aku melakukan hal yang persis sama
seperti kakak perempuanku dulu, tapi sedikit berbeda. “Iya,” jawabku, “walau
kupikir dia bohong.”
Ini tidak terjadi padaku, melainkan pada bibiku dan ini sangat menakutkan.
Bibi dan pamanku membeli sebuah rumah tua keren bergaya Victorian di sebuah kota kecil sekitar empat puluh mil jauhnya dari Austin. Tempat itu benar-benar tua namun keren dan ada penanda historikal di halaman depan. Bibi dan pamanku pindah kesana karena urusan pekerjaan beberapa tahun lalu, dan rumah itu sekarang menjadi penginapan kecil yang cukup sukses. Walau aku sama sekali tidak tahu kenapa ada orang yang mau membayar untuk tidur disitu.
Bibi dan pamanku memiliki seorang putra dan putri. Chad, putranya, berumur sekitar tujuh tahun saat itu.
Suatu hari, bibiku sedang sendirian di rumah—paman dan putrinya sedang di tempat kerja, Chad sedang di sekolah, wanita yang suka datang membersihkan rumah sudah pulang hari itu. Bibi sedang di ruang kerjanya, mengerjakan suatu proyek apalah itu. Di rumah itu, kalau kau duduk di meja ruang kerja, kau bisa melihat kaki tangga dengan jelas.
Bibi sedang duduk di depan komputer, ketika dia mendongak dan melihat seorang anak laki-laki duduk di kaki tangga, menatapnya. Anak itu kira-kira seumuran Chad, maka itu bibi beranggapan anak itu adalah teman Chad. Dia bertanya pada anak itu, siapa namanya, tapi anak itu tidak menjawab. Bibi berpikir anak itu aneh, jadi bibi berkata bahwa dia harus ke sekolah atau paling tidak pulang ke rumah. Bibi menunduk sejenak, dan ketika ia mendongak lagi, anak itu sudah hilang.
Ketika Chad pulang ke rumah, bibi bercerita bahwa salah satu temannya tadi berada di rumah. Chad berkata, “Tidak mungkin, teman-temanku semua ada di sekolah bersamaku.”
Bibi kemudian mendeskripsikan anak laki-laki aneh itu, dan Chad terdiam. Dia bilang, “Oh ya, aku tahu dia. Dia suka keluar dari lemariku malam-malam untuk bermain.” Berusaha tidak memikirkan hal itu, bibiku menyuruh Chad main di luar dan berhenti menceritakan cerita aneh.
Beberapa bulan kemudian, bibi melakukan penyelidikan terhadap sejarah rumah itu dan mengetahui bahwa seorang anak laki-laki, berumur delapan tahun, meninggal di sana karena leukemia di tahun 1970an. Bibi menemukan artikel koran tua yang menyebutkan kematian anak itu, disertai dengan foto yang segera dikenalinya. Anak di foto itu sama dengan anak yang telah menatapnya dari tangga.
Truk Garang
Kami tidak pernah bisa
mengetahui ada apa di balik semua ini. Dan sekarang, semua saksi yang masih hidup
harus sangat mabuk kalau ingin mendiskusikan hal ini lagi.
Saat itu aku masih 7 tahun,
kakak laki-lakiku 10 tahun, ibuku masih awal 40 tahunan, dan nenekku (ibunya
ibuku) berusia 60 tahunan. Jadi ingatan kami tentang kejadian itu masih kuat.
Nenek tinggal di sebuah kota
terpencil di NC yang dinamai dengan nama keluarganya karena hanya merekalah
orang-orang yang cukup gila yang tinggal di tanah seluas 4 kilometer persegi. Dan
ya, mereka memang gila. Kami punya cerita soal sanak saudara yang dimulai
dengan, “Kau ingat saat Paman Bob berada di parit dengan senapan?”
“YANG KAPAN?” –> tak terhitung
berapa kali Paman Bob memegang senapan.
Rumah nenekku dibiarkan kosong
selama beberapa minggu selama dia mengunjungi kami di Florida, tapi kemudian
kami kembali, menghabiskan akhir minggu dengannya sebelum menikmati kembali
negara bagian yang penuh matahari. Rumah itu terletak di pinggiran kota, di
atas trek kereta, melewati pekarangan, dan tetangga terdekatnya (seorang sepupu—semua
orang berhubungan darah dengan semua orang yang memiliki rumah di sana) tidak
berada dalam jarak teriak. Ya, disana jarak diukur dengan “jarak teriak”.
Saat itu masih subuh, matahari belum terbit. Kami terbangun karena Nenek terbiasa bangun
subuh. Kami sedang makan sereal ketika kami mendengar seseorang parkir di
halaman. Ingin tahu, kami semua pergi ke jendela besar yang mengarah ke
halaman. Ada sebuah truk aneh disana. Tidak terlihat seorangpun di belakang
kemudi, meski mesinnya masih menyala. Truk itu… yah, sudah tua, mungkin dari
tahun 1930an. Truk itu sudah berkarat tapi kemungkinan besar pernah dicat biru.
Kami semua memandang truk itu,
bertanya-tanya. Ibu bertanya pada Nenek apakah beliau tahu siapa itu. Sama sekali
tidak, kata Nenek. Dia berlari menuju telepon untuk memanggil sepupunya dan
memintanya datang—pikirnya mungkin saja itu pekerja sewaan dan datang ke pertanian yang salah. Tepat setelah Nenek memintanya datang, telepon mati. Oke. Itu aneh.
Seketika itu juga, pintu depan
digedor sangat keras. Kami semua menjerit. Nenek, yang saat itu mampu berpikir
jernih, menuntun kami semua ke ruang tengah, jauh dari jendela yang membuat
siapapun di luar bisa melihat ke dalam. Lalu, sementara Ibu, kakak, dan aku
gemetar ketakutan di sofa, Nenek mengambil pisau roti bergerigi dari dapur dan
berhati-hati mendekati pintu depan. Dia mengintip keluar lewat jendela samping
pintu. Kemudian dia memandang kami, bingung. Dia menggeleng seolah berkata, “Tidak
ada siapapun di luar.” Kami semua merasa lebih lega.
Lalu SEMUA pintu di dalam
rumah digedor keras—terus menerus. Sampai sekarang aku masih bisa merasakannya.
Teratur dan menakutkan, seolah semua pintu hendak retak dan patah. Ada dua
pintu di basement bawah kami, jadi suaranya membuat lantai bergetar. Kami bisa
melihat pintu-pintu itu bergetar keras dari tempat kami berkumpul. Akhirnya,
Ibu berlari ke jendela—entah karena sudah gila akibat teror atau apa, aku tidak
tahu. Dia berteriak, “Oh terima kasih Tuhan—Sepupu sudah datang!” Kami bergegas
mengintip di jendela besar juga.
Sepupu berjalan melewati truk
dengan shotgun di tangan. Sepupu kami, perlu diingat, memiliki hampir semua
senjata api yang pernah dibuat. Dia kelihatan bingung, melihat bagian belakang
truk, kemudian menatap ke dalam jendela truk dan seketika itu juga berhenti. Wajahnya
jadi pucat, tangannya terangkat mengusap wajahnya. Kemudian dia BERLARI ke arah
rumah, ke arah kami.
Nenek membuka pintu dapur
lebar-lebar saat melihat sepupu berlari. Sepupu berteriak, “Semuanya sembunyi
di belakang sofa! TIARAP!” Dia berlari melewati sementara kami bergegas menuju
sofa. Gedoran itu mulai LAGI, semua pintu dan kini kami dapat mendengar
jendela-jendela bergetar juga. Kedengarannya seperti tornado. Kami terlalu
takut untuk berteriak.
Sepupu menyentak pintu depan
sampai terbuka dan menembakkan shotgun besarnya, sekali, BANG, memekakkan
telinga. Saat dia melakukan itu, truk meraung nyala. Kami semua berkumpul; dan semua gedoran itu berhenti. Sepupu berjalan
ke halaman, senjatanya diarahkan ke truk. Kami berlari di belakangnya, ingin
keluar dari rumah dan berada di dekat si pria bersenjata. Truk itu mundur,
berputar dan melaju dengan kecepatan yang dapat mematahkan leher. Sepupu menembak
lagi dan mengenai kaca belakang, terdengar suara jendela truk pecah
berkeping-keping. Namun truk itu tidak berhenti, tetap melaju ke arah jalan
raya dan menghilang. Tidak ada plat nomor atau apapun di belakangnya.
Dan TIDAK ADA SIAPAPUN di
belakang kemudi.
Kami semua melihat dengan
jelas. Semua setuju. Truk itu tidak ada pengemudinya.
Yah, tidak bisa kami lihat,
setidaknya.
Polisi pun dipanggil (saat itu
belum jaman telepon genggam, jadi kami harus menelepon di rumah sepupu). Rupanya
line telepon di rumah Nenek dipotong. Tidak ada satupun jejak di halaman
kecuali jejak Sepupu, dari sejak dia berlari masuk dan keluar rumah. Sepupu melaporkan
bahwa truk tersebut tidak ada plat nomornya tapi ketika dia melihat ke dalam
truk, pemandangan di dalam seperti “film horor”. Dia bilang ada berbagai benda
aneh—borgol, c-clamps, benang nilon—dan dia juga bilang lantai truk ditutupi dengan sesuatu yang “tercium seperti” darah (Sepupu terkenal dengan
indra penciumannya yang tajam dan jendela truk itu dibuka, jadi mungkin saja).
Sepupu berkata ia melihat
sesuatu yang buram di luar jendela besar dan segera menembak yang pertama kali
itu, tapi “meleset” karena, begitu dia berdiri disana, tidak ada seorangpun
atau apapun di halaman, juga di truk. Sampai sekarang kejadian itu tetap tak meninggalkan jawaban, hanya meninggalkan rasa tidak nyaman tiap kali kami
mengunjungi Nenek.
Nenek dan Sepupu telah
meninggal sekarang. Kakak, Ibu, dan aku tidak pernah bisa mendapat jawaban—bahkan
polisi pun tidak bisa. Kami tidak tahu bagaimana semua jendela dan pintu
digedor kencang, dan kami tidak tahu mengapa kami tidak melihat SIAPAPUN atau
bagaimana mereka bisa mengitari rumah tanpa meninggalkan jejak sedikitpun di
tanah basah.
Gimana? Udah merinding? Kalo ada
yang mau ngebagiin cerita-cerita supernatural disini boleh juga yaa… I would
love to hear your story! Silakan tulis aja di komen bawah.
Sekian post-an kali ini. Semoga
ke depannya Rangers yang laen bisa nyempetin waktu buat nulis disini. Ciao!
Nih cat therapy dulu |
P.S.
To: Na, Ne, Ndy.
Cepetan nulis yang baru! Sebelom
gue mengubah blog ini jadi blog horor!
Sincerely,
Fan
No comments:
Post a Comment