Helow mellow marsemelow, kalian semua!!
Akhirnya setelah sekian tahun mengembara mencari kitab suci, sobat kita, Ranger
O, menerbitkan tulisannya di blog ini!! YEAAAHH!!!! *tepuk tangan*
Maap, Ne. Gue tau lu sibuk, makanya ga sempet
nulis. *sujud sembah*
Untuk memenuhi janji gue, kali ini gue akan
ngebahas soal pegawai2 restoran yang bad.
Bad dalam artian ada yang dumb atau murni brengsek. Tapi saking hilarious-nya, orang2 yang menceritakan
ini ga pernah melupakan peristiwa2 ini sampai kapanpun juga. Dan kita beruntung
bisa mendengarkan cerita mereka.
Then, without further ado, let’s read their freaking hilarious story!
No, She Was Not Kidding
By: Jamie Layton
Aku adalah seorang manager di sebuah restoran sandwich dan sebagian besar pegawai kami
adalah mahasiswa. Walau mayoritas mereka adalah anak2 muda yang sangat
kompeten, beberapa anak manja rumahan membuatku sedikit gugup. Ada pemuda yang
tidak pernah melihat ‘daging merah muda’ sebelumnya dan sama sekali menolak
untuk menyentuh pastrami (semacem smoked beef) karena dia bilang itu
kelihatan masih mentah (padahal sama sekali tidak) dan dia takut terkena parasit.
Jadi cukup banyak juga waktu kuhabiskan dengan mengajari orang2 dewasa cara
menyapu, mengepel, dan mencuci piring untuk
pertama kalinya dalam hidup mereka.
Salah satu kisah favoritku adalah ketika secara
tak sengaja aku mendengar seorang pegawai baru yang sedang menyiapkan potongan
mentimun (cucumber) sambil mengobrol
dengan pencuci piring. Pegawai itu mengaku merasa bersalah tiap kali kami
berkata beberapa sandwich kami aman
untuk vegetarian padahal semua sandwich
tersebut mengandung mentimun. Si pencuci piring bingung, dan berkata bahwa
mentimun kan sayuran. Si pegawai tidak setuju, “Tidak, mereka binatang. Mereka kan
tinggal di laut.” Mereka lalu beradu argumen selama beberapa saat. Aku tidak
bisa nimbrung untuk menyelamatkan si pencuci piring saat itu, karena aku
terlalu sibuk tertawa sampai sesak napas. Cucumber
disamakan dengan sea cucumber! Dan dia
tidak bercanda! Astaga…
[EDITOR’S NOTE: Gue miris ama pendidikan. Ya masa
aja mahasiswa ga tau cara ngebedain timun sayuran ama timun laut? -__-]
Some Manners Wouldn’t Hurt
By: Melissa Martin
Ibu dan ayah tiriku menikmati makan malam di
sebuah restoran yang cukup terkenal waktu itu. Ibuku baru saja sembuh dan
keluar dari rumah sakit, jadi beliau masih belum sepenuhnya fit dan tidak
terlihat segar juga. Ibu kelaparan, dan restoran itu adalah yang terdekat,
sehingga mereka makan di sana. Seorang waiter yang masih muda melayani mereka
dan menerima pesanan minuman mereka. Kemudian ibuku pergi ke toilet untuk
mencuci tangan.
Nah, ayah tiriku sebenarnya umur 50 tahun, tapi
beliau kelihatan seperti baru 30-an. Ibuku juga umur 50 dan biasanya kelihatan
seperti 30-an, tapi seperti yang kubilang, dia baru sembuh dari sakit. Waiter muda itu membawa minuman mereka
(ibu masih di toilet saat itu). Waiter
itu kemudian berkata pada ayah tiriku, “Oh, kulihat Anda makan malam dengan ibu
Anda. Hebat!”
Ayah tiriku menatapnya tajam dan berkata, “Dia
istriku, bukan ibuku. Dan dia baru saja keluar dari rumah sakit.”
Waiter itu tertawa dan berkata, “Oh, man! Aku sungguh2 berpikir dia itu
ibumu, karena, yah, dia kelihatan jauh lebih tua darimu.” Pada titik ini ayah
tiriku merasa lelah dengannya dan memintanya untuk pergi. Ibuku kembali tepat
saat itu dan bertanya apa yang terjadi.
Waiter
itu memberitahunya, “Kukira
Anda adalah ibunya! Maksudku, lelakimu kelihatan sangat muda. Dan akuilah,
wanita kan tidak awet muda seperti pria, iya kan, bro?” Dia menatap ayah tiriku dan mengedipkan mata. Ayah tiriku kelihatannya ingin sekali meninju
anak ini tepat di muka. Tapi waiter itu
terus saja menyerocos soal bagaimana wanita yang lebih tua kehidupannya pasti
lebih sulit, dan itulah kenyataan hidup. Orangtuaku menyelanya dan meminta
untuk segera bertemu manager.
Ketika sang manager tiba dan mendengar cerita
mereka, dia kelihatan ngeri. Dia lalu menggratiskan minuman mereka dan
meyakinkan mereka bahwa waiter itu pasti
akan dia “didik untuk mengobrol sopan” dengan customer kelak.
Incompetent
By: Jamie Allmeyer
Suamiku dan aku datang ke sebuah restoran lokal
sebelum acara konser malam dimulai. Seorang gadis yang menjadi waitress di tempat itu bertanya apa yang
hendak kami minum dan menyebutkan semua daftar produk Pepsi yang mereka punya. Ketika
kami bertanya bir apa yang ada, gadis itu langsung membeku. “Oh… Saya tidak
tahu… Saya tidak minum alcohol, jadi saya tidak tahu apa-apa soal itu.” Dia
kelihatan tegang, jadi kami meyakinkan dia bahwa it’s okay, dan memintanya membawakan menu minuman untuk kami. Lalu dia
berkata bahwa menu minuman tidaklah eksis (kami pernah ke tempat itu sebelumnya
jadi kami tahu perkataannya tidak benar) tapi dia tahu bahwa sang bartender
dapat membuat “minuman warna pink,
atau ada juga yang ungu… dan yang biru kelihatannya cukup populer juga.” Pada
akhirnya suamiku pergi sendiri ke bar dalam restoran dan memilih-milih bir di
sana.
Kami memesan makanan kami, akhirnya mendapat
minuman kami, tapi makanannya TIDAK JUGA DATANG. Kami melihat orang2 yang duduk
setelah kami sudah mendapat makanan duluan, jadi kami memanggil waitress kami itu lagi, yang kemudian
menyadari bahwa dia lupa memberikan pesanan kami ke dapur. Tapi sebelum dia
pergi, dia menunjuk gelas bir kami yang sudah hampir kosong dan bertanya, “Mau
saya isi lagi gelasnya?”
Kami pun bertanya untuk mengklarifikasi—mengisi
gelas = bayar lagi, atau refill
gratis? Responnya: “Kami selalu me-refill
bir disini, gratis!” seolah kami itu orang aneh yang tidak mengerti konsep refill gratis. Kami pun menjawab iya,
tentu saja kami mau bir seharga $8 di-refill.
Ketika makanan akhirnya datang, kami sudah tiga
kali me-refill bir kami, dan
kemudian gadis itu datang untuk memberikan bill.
Kami memeriksanya dan—syukurlah—kami hanya kena charge untuk segelas bir per orang (karena keteledoran waitress itu, jadi kami merasa harus
mengecek ulang). Suamiku kemudian memberikan kartu kredit serta bill untuk dibayar dan kami menunggu. Dan
menunggu. Dan menunggu.
Kami memanggil gadis itu lagi, memintanya untuk
mengembalikan kartu kredit kami karena konser akan segera dimulai, tapi dia
malah tertawa, “Oh, baiklah, akan kuberitahu kalian kalau aku sudah menemukannya!”
Suamiku segera berkata bahwa menghilangkan
kartu kredit bukanlah hal yang lucu dan suamiku akan sangat menghargai bila
gadis itu fokus mencari. Kami memperhatikannya bolak-balik tak tentu arah, memeriksa bagian bawah piring dan tisu, dan kemudian kembali melayani meja
lainnya. Jadi suamiku akhirnya menghampiri counter
dan mulai mencari seorang diri. Sang manager (yang jengkel karena ulah waitress itu), bartender, dan dua pemuda
lain pun ikut mencari sampai akhirnya mereka menemukan kartu kredit suamiku—di bawah
sebuah pitcher penuh berisi air.
Aku tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi dengan waitress itu, tapi kemungkinan
besar dia dipecat.
So Oily
By: Jessica McCullough
Aku tidak melebih-lebihkan ceritaku waktu aku
bekerja di sebuah tempat makan di Maryland ini. Tempat makan ini memiliki pameran
mobil, drive-in movies, dan semua
jenis makanan berminyak yang bisa kaugunakan untuk menghukum lubang pantatmu. Si pemilik dan suaminya yang berkeringat biasanya tidak mengerjakan apapun kecuali
memainkan video strip poker di “ruang istirahat”, yang besarnya tak lebih dari
bilik toilet dan berisi meja kecil, dua kursi, serta sebuah asbak. Dan tentu
saja tiga mesin arcade game video
strip poker.
Suatu weekend
di musim panas, kami punya beberapa film populer yang diputar di drive-in movies. Ratusan orang datang,
pokoknya tempat itu penuh sesak. Ketika film dimulai, kami baru bisa berberes
dengan tenang. Aku sedang membersikan counter
ketika aku berjalan antara panggangan serta mesin soda dan hampir saja
meledakkan pantatku di lantai. Aku pun melihat ada genangan
minyak hitam yang licin--substansi yang membuatku terpeleset barusan. Seseorang pasti telah menumpahkan minyak dan
menutupnya dengan tanah. Aku membersihkannya dan kembali melakukan pekerjaanku.
Beberapa saat kemudian aku kembali melihat
genangan hitam yang sama di tempat yang sama. Aneh sekali. Aku memanggil sang
pemilik ke sana dan menjelaskan bahwa minyak hitam ini secara ajaib terus
muncul di lantai. Dia tidak tahu minyak apa itu tapi tidak mau terganggu
karenanya, soalnya siapa yang peduli pada keselamatan para pekerja? Dia punya
video strip poker yang harus dimainkan.
Selama beberapa minggu kemudian, genangan
minyak aneh terus muncul di lantai di tempat yang sama. Kami sudah berkali-kali
terpeleset, terjerembap, menjatuhkan makanan, menumpahkan minuman, semua karena
si pemilik tidak mau terganggu. Setelah mendengarkan cukup banyak komplen, dia
memanggil seseorang untuk memeriksa tempat itu.
Nyatanya, si pemilik tidak tahu bahwa ketika
dia mewarisi restoran ini, ada tangki minyak bawah tanah yang harus dibersihkan
secara teratur, dan MEREKA TIDAK PERNAH MEMBERSIHKANNYA SEJAK RESTORAN DIBUKA
TAHUN 1952. Tangki minyak tersebut terisi penuh dengan minyak hitam kotor dan
mulai meresap ke antara ubin lantai. Kalau aku tak salah ingat, tangki itu
harus dipindahkan karena minyak telah meresap ke dalam tanah dan ke fondasi
restoran. Masuk akal sih. Kau toh tidak bisa berada dalam jarak 20 kaki dari
gedung itu tanpa mencium bau kentang goreng basi.
Amazing Late Night Snack
By: Amanda Giordano
Aku sedang mengikuti road trip mengemudi melewati Tampa, Florida, dan aku berhenti di
sebuah tempat pizza. Ada tiga pegawai yang sedang bekerja serta seorang wanita
tua di belakang counter yang
kelihatannya adalah pemilik tempat itu. Aku memesan sebuah pizza dan segelas bir,
kemudian duduk bersama teman-temanku.
Si pemilik kemudian meninggalkan counter ke ruang belakang dan kembali
dengan sebungkus roti, sebotol mayones, dan nanas kalengan. Dia berkata pada
para staff-nya, “Aku memutuskan untuk
membuatkan kalian semua sandwich
spesialku sekarang.”
Jadi sambil menunggu pizza-ku datang, aku
memperhatikan wanita ini menumpuk mayones dan potongan nanas di tengah-tengah
roti. Salah seorang pegawai keluar dari ruangan, katanya mau merokok, padahal jelas-jelas dia pergi bersembunyi. Kemudian wanita itu menyerahkan sandwich pada kedua pegawai lainnya dan
menatap mereka dengan semangat, mendorong mereka untuk memakannya dengan lahap…
“Itu enak, kan?”
Mereka kelihatan ketakutan dan mengangguk. Jelas
sekali wanita itu punya otoritas yang kuat, kalau tidak mereka pasti akan
bicara terus terang di depannya. Dia bahkan membawa keluar sandwich terkutuk itu untuk pegawai yang kabur—yang, dengan
ketakutan, harus memakannya tepat dibawah observasi wanita itu. Sementara wanita
itu berdiri diluar mencekoki pegawai yang kabur itu, dua pegawai yang masih di
dalam ruangan memuntahkan sandwich ke tempat sampah kemudian menutupinya dengan berlembar-lembar tisu.
Untung saja, pizza-nya enak.
_______________________________________________
Ckckck… Kehidupan nyata memang tidak seindah
yang kita bayangkan.
Sebelum kita berpisah, gue punya pesen buat
kalian semua.
Buat kalian-kalian yang masih belum memasuki
dunia nyata, masih sekolah, kuliah, masih maen-maen terus tiap hari…
berbahagialah. Nikmatilah masa-masa kalian bersenang-senang, karena kelak kalo
udah terjun ke dunia nyata, kalian pasti bakal ketemu sama orang2 yang aneh2;
entah terlalu dumb, ga punya manner, baik di depan busuk di belakang,
dsb. Jangan ngarepin kehidupan yang penuh dengan bunga-bunga bermekaran
kemanapun kalian pergi. It’s just a dream.
A fairy tale one. Pray so that you
have strong mentality to face lots of troubles in the future.
Buat kalian yang udah memasuki dunia kerja,
udah berkutat dalam dunia serba ancur ini, bertahanlah. Kendati hidup itu
sulit, ketauilah bahwa Tuhan senantiasa beserta kita. Tiap kalian menemui
kesulitan, berdoa minta jalan keluar. Tidak ketemu orang2 aneh, berdoa buat
mereka. Tiap disakiti, berdoa supaya kalian bisa mengampuni mereka dan ngga
menyimpan dendam.
Prayer
is the essence of life. It connects you with the One who is greater than
anything.
Keep smile,
keep strong, dan salam keju!!
P.S. Entah apa yang ngebuat gue bisa bilang kaya
gini, tapi pokoknya gue pengen pesen sama kalian hal di atas itu :D God bless!
No comments:
Post a Comment