Haloha, minna!
Rasanya blog ini uda lama banget ga diurus, ampe ada sarang kelabangnya. Oke, itu alay, gue
tau. And I hate kelabang. Eh, jadi
keinget. Kelabang kan kaki seribu. Kalo di bahasa Inggris-in jadi one-thousand-feet kali ya?
Jika kalian bertanya-tanya: “Kemana aja sih ni para blogger ababil?
Kok ga pernah lagi nerbitin post-an keren lagi?”
Jawabannya sebenernya bergantung pada para blogger itu sendiri.
Pertama, seperti yang sudah dijelaskan di post-an sebelomnya, suhu-suhu kita
yang paling bijaksana, yaitu Na & Ne, sedang berada di negeri antah
berantah yang koneksi internetnya cuma ada di tempat-tempat tertentu. Kalo si
Ndi… well, dia sih ngakunya bakal
nulis kapanpun dia mau. Kenyataannya, ‘kapan’nya itu sendiri dipertanyakan.
Setau gue dia ampir ga ada waktu buat tidur saking sibuknya. Sementara gue? Gue juga sibuk kok... TAPI! KARENA AKU TAU KALIAN
SEMUA KANGEN SAMA POST-AN KU! Maka gue relain kesibukan gue demi
buat nulis ini! Oooh~
*Siap2Ditimpuk*
*ehem* Oke, cukup ngegaringnya. Mari kita masuk ke apa yang mau gue
bagikan sebenernya.
P.S. Saat nulis ini, gue belom buka blog lagi jadi gue ga tau ternyata Ne uda nulis duluan -_____-
Kalian pasti tau kan kisah tetralogy Twilight karya Stephenie Meyer? Kayanya rada mustahil
juga deh kalo ga tau. Karya yang mem-booming
itu telah banyak menuai pujian sekaligus juga cercaan dari consumer—disini dalam artian pembaca novelnya sekaligus penonton
filmnya ya. Bahkan di salah satu review
yang gue baca, gue mengetahui bahwa kisah Twilight ini termasuk jenis Love It or Hate It; artinya consumer
terbagi menjadi dua kelompok: yang murni suka ama yang bener-bener benci. Yang berpendapat
netral tu jarang atau bahkan hampir ga ada.
Sebenernya gue sendiri termasuk kelompok pertama. Jujur gue bilang gue suka ama kisah ini, tapi ga fanatik. Kemudian gue banyak denger dan liat pendapat2 orang laen yang merupakan haters. Mungkin sampe ada keributan antara lovers dan haters. Gue liat para haters bener2 mencaci maki karya Stephenie Meyer ini. Para haters itu sendiri bukan cuma pengkritik novel, tapi juga orang awam. Dan gue pun mulai berpikir kenapa.
Gue mencoba melihat dari sudut pandang mereka, dan gue menyadari beberapa hal.
SATU
Pada awalnya kebanyakan orang (at least I mean me, if you're not the same :D) mengira kisah ini merupakan perpaduan kisah action, romance, dan legend yang mengharu-biru sekaligus menjanjikan. Kisah cinta terlarang antara vampir dan manusia? Maybe it's a little bit cliche, but waktu baca sinopsis di belakang buku pertamanya, gue mengira kisah ini laen dari yang laen. Kayanya membuat hati bener-bener tertarik gitu buat menikmati kisahnya. Dan yes, harus gue akui ketika selesei baca buku pertamanya tu harapan gue ada yang pupus. Kenapa? Pertama, kisahnya ga mengharu-biru. Kedua, gue bertanya2, “Dimana ‘terlarang’nya?” Secara konteks ‘terlarang’ itu sendiri cuma ada dalem pikiran si vampir tampan, yang nganggep dirinya sama sekali ga pantes bersanding sama si heroine dan bla bla bla.
Tapi semua itu ga membuat gue berkata, “Apaan sih ni cerita? It’s sucks!” Gue tetep menikmati jalan cerita meski itu ga sesuai ama ekspektasi awal gue. Kalo dipikir2, sang pengarang sebenernya ga pernah menjanjikan sesuatu yang kita (gue) ekspektasikan. Beliau menyuguhkan kisah romance dan isi cerita itu sendiri memang kisah cinta antara vampir dan manusia kan, ga melenceng kemana-mana. Dan kisah yang ga sesuai ama ekspektasi kita, dengan kata lain ga ketebak (catatan: asal kisahnya bener ga mengada-ngada) itu merupakan nilai plus yang banyak dicari orang.
It’s the legend itself. You must've known the original legend about vampires and werewolves, even before you read or watched this story. Tapi kemudian kita ‘dipaksa’ menghadapi kenyataan bahwa kedua makhluk itu sama sekali tidak sesuai dengan legenda. Vampir bersinar-sinar kulitnya kalau berjemur di bawah matahari, bukannya kebakar sampai mati. Werewolf merupakan shapeshifter yang bisa berubah wujud semau mereka, bukan harus nunggu bulan purnama—meski werewolf yang beneran cuma berubah pas fullmoon disebut-sebut ada, tapi yang gue maksud adalah werewolf yang sejak awal diceritakan, yaitu para shapehifter.
Yes, I know some of you hate it, but please think for a while. Kalian juga pasti tau tentang penyihir kan? Gue rasa kalian juga tau kalo penyihir yang sebenarnya itu abdi setan yang menjual jiwanya demi mendapat kekuatan magis, makanya dulu penyihir diburu abis-abisan. Tapi banyak cerita atau dongeng yang mengatakan bahwa penyihir itu baik, suka menolong orang, membantu penyembuhan, membela kebenaran, dsb dsb. It’s a very different image from the real picture.
Menurut gue itu juga sama dengan ini. We all know the real pictures about vampires and werewolves. Stephenie Meyer made them different. It’s her imagination. It’s her story. I think we actually do not have rights to critizised it. Bikin klan vampir kaya lampu disko dan klan werewolf siluman penuh-waktu malah jadi suatu terobosan buat gue. Yah, mungkin kita memang butuh masa transisi buat bisa nerima imej yang berbeda dari yang selama ini kita kenal. But that’s it.
TIGA
The actors and actreeses. Menurut gue casting filmnya bukan yang terbaik. Yang meranin si vampir memang tampan, but I think he mixed the personalities of Edward with himself. Yang meranin heroine-nya juga sama, because I guess the heroine’s original personalities in this story is not that stiff like she have acted. Jadi malah bikin geli. Seharusnya sebagai aktor/aktris papan atas mereka harus bisa pasang topeng—atau sebutan lainnya persona—buat bener2 meranin karakter cerita meski itu bukan karakter mereka dan sama sekali tidak mencampur-adukkan karakter tokoh dengan karakter diri mereka sendiri. I think that’s why people love the werewolf more, karena aktornya ga mencampur karakter tokoh dengan karakter dirinya. Well, it’s about professionalism.
Dan kebanyakan
orang nonton filmnya dulu baru baca novelnya. Hal itu membuat pandangan mereka
tentang karakter si tokoh jadi terpaku pada karakter di film, padahal
sebenernya ngga. Itu yang menurut gue bikin penilaian kisah totalnya jadi
negatif.
Gue ga mengatakan ini semua semata-mata karena gue seorang lover. This is just my opinion. Gue toh juga uda liat dari sisi hater dan gue mengerti kenapa mereka bisa jadi hater. Gue akui dan sadari ada banyak kekurangan dari kisah ini, tapi kelebihannya juga banyak. Itu semua menjadi suatu keunikan Twilight Saga, yang kalo dikupas lebih jauh ternyata sangat menarik.
Eh, gue bukan promosi loh ya ini :D
Kasus ini sebenernya cuma contoh. Inti yang mau
gue sampaikan adalah: please sebelom
mengkritik sesuatu tanpa alasan yang jelas dan valid, liat dulu dari berbagai sisi. Jangan keras kepala memegang
pendapat sendiri, dan berkeyakinan penuh bahwa pendapat diri sendirilah yang benar.
Kalo pikiran kita sempit dan kita (biasanya) ga sadar akan hal itu, terus jadi
bangga pada diri sendiri, ujung2nya kita sendiri juga yang bakalan malu. Kita harus
bisa berpikiran terbuka, selain jadi bisa mengerti dan menerima pandangan dari
berbagai sisi, kita juga jadi bisa menghindari perselisihan yang ga perlu. Ini bisa berarti dalam segala hal ya, bukan
cuma dalam kasus ini doang :)
Make peace and keep peace, guys!
SEBBYYYYYY!!!!! Iye, gue tau ga ada hubungannya, but he's so sexy >w< KYAAA!!! *jerit ala fangirl* |
-________-
ReplyDeleteOkei,ternyata lu beneran nulis one-thousand-feet..terjemahan harafiah dari kaki-seribu..cukup tau ajah fan,cukup tau..
Muhuhahahahahaha!!
ReplyDelete