Someday if you’re ready, please read this and consider all these things carefully. As your best friends, we do not want to see you torture yourself any longer. Please move on. God also want you to move on, search for Him, come to Him, make Him number one in your life again. You don’t need to think about him above everything else, for he doesn’t deserve you. Use your logic, don’t cling to your feelings only. We’re sure you actually know what you must do. We know you can do it. You have God, and you have us. ^^
Yo guys~!
Pada post-an kali ini, gue mau share sesuatu soal relationship.
Berhubung belom lama ini akhirnya keempat author (?) blog ini resmi
menjomblo kembali—buat Ndy sih I have no words to say XD maap—dan mungkin
beberapa di antara kita berempat masih ada yang galau, jadi gue berniat untuk
ngebagiin pikiran & opini gue disini.
Buat kalian yang belom tau ya, keempat author blog ini terdiri
dari 3 cewe & 1 cowo. Mungkin kalo gue boleh mengurutkan kita berempat
dari yang pemikirannya paling cewe sampe ke paling cowo, urutannya kira-kira
berlangsung seperti ini: Na --> Ne --> Fan --> Ndy. Pemikiran paling
cewe yang gue maksudkan adalah dipergunakannya perasaan lebih daripada logika,
dan pemikiran paling cowo berarti sebaliknya; lebih pake logika dibanding
perasaan.
Yes, I rate myself as a girl who mostly doesn’t think like a girl
at all. Some people even said that I’m heartless because I often do not show
my emotions. Haha. Gue ga bangga dengan pernyataan tersebut. Gue malah jadi
semakin instropeksi diri, karena gue sendiri menyadari emang gue suka terlalu
cuek sama orang sekitar, bahkan sama diri gue sendiri. Orang mungkin ga pernah
liat gue galau bahkan ketika beberapa bulan yang lalu gue putus sama cowo gue. That’s
one of the reasons why I was called heartless, maybe even behind my back. Orang/temen-temen
gue ngeliat hubungan gue sama cowo gue baik-baik aja kaya biasa, sampai suatu
hari BOOM! Gue udah ga pernah bareng lagi sama doi dan orang mulai tahu
bahwa kita berdua udah mengakhiri hubungan. Mereka mungkin berpikir, “Berarti
selama ini dia (dengan kata lain; gue) ga bener-bener cinta dong sama si X!”
Well, I’ve always wanted to say that being in a relationship
doesn’t mean you go blind with everything else beside the fact that you love
your significant others. Cinta buta tidak menghasilkan hubungan yang
sehat. Pacaran berarti lu dan pasangan lu saling melihat kekurangan satu
sama lain dan berusaha untuk menerima kekurangan itu. Pacaran itu bukan sesuatu
yang didasari oleh perasaan doang, tapi juga akal sehat. Kalo lu ga bisa terima
kekurangan pasangan lu, bahkan setelah beberapa lama lu mencoba untuk
menerimanya, lu punya hak untuk mengakhiri hubungan itu, sesakit apapun itu
buat lu dan pasangan lu.
Dan jika pasangan lu yang merasa seperti itu (ga bisa terima kekurangan
lu), dia juga berhak minta putus.
Selama menjalani hubungan, gue memegang prinsip gue yang di atas. Itu logika
gue. Beberapa di antara kalian mungkin bilang gue kejam, ga punya perasaan,
tapi bukannya sombong I’ve been through a lot of relationships, bahkan
melihat relationship-nya temen-temen gue, sehingga gue berani bilang
bahwa hubungan yang dijalankan hanya didasari oleh perasaan semata ga bikin
kita bahagia, justru malah bikin kita semakin was-was dan ga percayaan sama
pacar. Ujung-ujungnya tengkar terus karena perbedaan prinsip, perbedaan sudut
pandang, cara pikiran, dan sebagainya.
Kalo kita udah bisa terima kekurangan pasangan, begitu pula
sebaliknya, kita jadi bisa melihat dari sudut pandang dia terhadap suatu
masalah, dan akan berlanjut jadi saling pengertian terhadap satu sama lain.
Bukannya itu yang menjadi inti dalam pacaran? Banyak orang menuntut
orang lain supaya dia dimengerti, sementara dia sendiri ga pernah berusaha
untuk mengerti orang lain. Kaya gini deh permisalannya; I love him/her, and
if he/she doesn’t love me back, then he/she MUST love me back. Itu
sesuatu yang konyol kan, dan sangat tidak dewasa.
Hal lain yang harus dipikirkan saat menjalin hubungan dengan seseorang
adalah; apakah kalian bertumbuh, atau malah semakin mundur? Pikirkan:
1) Apakah selama menjalin
hubungan dengan pacar, kalian semakin dekat sama Tuhan; atau malah semakin
menjauh? Semakin seringkah kalian bersyukur sama Tuhan; atau malah semakin
jarang?
2) Makin dekatkah kalian sama
keluarga, atau karna alasan tertentu (ortu ga setuju lah, dll) kalian malah
jadi semakin males kumpul sama keluarga, males ngobrol ama ortu, males curhat
sama ortu, dll?
3) Trus gimana hubungan kalian
ama temen2 kalian, makin berkembangkah pergaulan kalian, atau kalian malah jadi
jarang kumpul bareng temen lagi sampai akhirnya kalian merasa ga punya temen selain pacar kalian?
Nomor 1 di atas itu yang paling penting, karena dalam pacaran, kita ga cuma menjalani hubungan secara horizontal,
tapi juga secara vertikal. Malahan utamakan dulu hubungan secara vertikal, baru
secara horizontal kita bisa maju. Utamakan Tuhan, dan hubungan kita dengan pacar
akan diberkati. Sesuai dengan ayat; “Carilah dulu kerajaan Allah dan
kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Matius 6: 33,
Lukas 12: 31)
Itu janji Tuhan loh, guys. Tuhan ga pernah ingkar janji. Ketika
kita mencari Tuhan terlebih dahulu, mendekat sama Tuhan, mencintai Tuhan,
maka kita ga perlu khawatir lagi dengan hubungan kita sama pacar. Bahkan gue
berani berkata buat kalian yang belum punya pasangan, dekatkan diri dulu sama
Tuhan. Sesuai dengan janji-Nya, nanti Ia akan memberikan pada kita semua yang
kita butuhkan, termasuk pasangan hidup.
Jadi tanya sama diri kita sendiri, apakah Tuhan jadi nomor sekian ketika kita menjalin
hubungan sama doi, sementara pacar jadi nomer
satu. Ketika kita seharusnya saat teduh, berdoa, menyediakan waktu sama Tuhan,
malah pacar yang kita pentingin duluan. It’s an unhealthy
relationship dan Tuhan jelas gamau anak-Nya jauh dari Dia gara-gara manusia
lain, yang jelas-jelas ga bisa memberikan kebahagiaan kekal.
Nomor 2 juga penting. Mulailah instropeksi, apakah semenjak pacaran ama doi, kita jadi lebih terbuka sama ortu, bisa cerita apa aja termasuk soal doi sama ortu, baik tentang hal yang menyenangkan maupun ngga? Gimana reaksi ortu ketika tau kamu pacaran sama doi? Apakah mereka mau menerima doi, seneng sama doi, semakin bangga sama kamu, juga bangga sama doi?
Keluarga itu adalah alat perpanjangan tangan Tuhan, yang udah ngerawat dan membesarkan kita dari kecil, bahkan kenal dan sayang sama kita jauh sebelum pacar mengenal kita. Kalau kita menjauh dari mereka karena pacar, bukankah itu hal yang sangat menyedihkan? Ironis bahkan. Hei kamu-kamu yang tega jauh dari keluarga yang sayang sama kamu gara-gara pacar, pikirkan hal ini. Ga ada pacar yang bisa menggantikan fungsi keluarga. Biar bagaimanapun, orang tua kita tuh yang melahirkan dan membesarkan kita. I pity someone who dispose of their family love because of their S/O.
Keluarga itu adalah alat perpanjangan tangan Tuhan, yang udah ngerawat dan membesarkan kita dari kecil, bahkan kenal dan sayang sama kita jauh sebelum pacar mengenal kita. Kalau kita menjauh dari mereka karena pacar, bukankah itu hal yang sangat menyedihkan? Ironis bahkan. Hei kamu-kamu yang tega jauh dari keluarga yang sayang sama kamu gara-gara pacar, pikirkan hal ini. Ga ada pacar yang bisa menggantikan fungsi keluarga. Biar bagaimanapun, orang tua kita tuh yang melahirkan dan membesarkan kita. I pity someone who dispose of their family love because of their S/O.
Dan nih ya, gue bener-bener ngalamin ini jadi gue dengan lantang
berkata; kalo ortu lu ga menyetujui hubungan lu sama seseorang, biasanya
emang beneran ada something dimana ortu TAU kita ga bakal bahagia kalo
kita tetep bareng ama doi. Karena ortu adalah perpanjangan
tangan Tuhan buat kita, Tuhan mungkin ngebisikin mereka bahwa seandainya kita dan pasangan melanjutkan hubungan ending-nya ga akan baik. Pokoknya they just know.
Dan berdasarkan pengalaman gue, itu memang bener. Mungkin bagi kita alesan ortu
ga suka ama pacar saat sekarang ini konyol ato bahkan kita bilang mereka
berpikiran sempit, but nevertheless we must consider it. Like I said,
parents are one of God’s hands in our life. Tuhan toh bisa pake orang-orang di sekitar kita, apalagi ortu, buat bicara sama
kita. Pikirin hal ini bener-bener.
Nomor 3 perlu dipikirin jika pasangan kita sering
ngelarang-larang kita bergaul; contohnya ketika temen kita ada yang ngajak maen
tapi terus pacar malah bilang, “Jangan maen lagi sama dia/mereka!” atau, “Ngapain
maen sama dia/mereka? Kamu kan punya aku!”
Hah. Pertama, yang deket sama kita duluan itu temen ato pacar? Kalo misalnya
kita punya temen setelah kenalan sama pacar, masih bolehlah pacar ngelarang
kita gaul sama temen yang itu karna toh pacar lebih lama kenal ama kita dan
lebih tau kita. Meanwhile, kalo kita berteman deket sama seseorang jauh
sebelum kita kenal ama pacar, maka pacar ga sewajarnya ngelarang kita bergaul
sama temen kita. Ga logis juga kalo kita nurut sama pacar yang seperti itu. Soalnya
gini ya, good friends will last forever, sementara pacar kan ngga.
Masih ada kemungkinan putus. Seandainya pacar ninggalin kita, kita masih punya
temen. Tapi kalo temen ninggalin kita, oke kita punya pacar, tapi pacar yang
belom tentu last forever gitu. Kalian tau sendiri lah lebih baik yang
mana.
Bukan berarti temen lebih penting jadi pacar dicuekin ya. Ada waktu
kita harus ngutamain pacar, ada waktu dimana kita ngutamain temen. Pinter-pinternya
kita ngatur waktu aja.
Ada lagi yang ga kalah pentingnya:
4) Apakah dengan menjalin
hubungan dengan pacar, karakter kita berkembang? Ke arah yang lebih baik
tentunya.
Selama menjalin hubungan dengan pacar, kita harus mikir:
- Kita lebih mudah marah atau malah jadi lebih sabar
- Lebih keras kepala atau lebih
bisa nerima pendapat orang lain
- Pikiran lebih terbuka atau malah makin merasa diri sendiri yang bener
- Kebiasaan-kebiasaan kita
yang jelek apa mulai berkurang atau kebiasaan jeleknya malah jadi nambah
- Kita jadi lebih males atau lebih rajin
Kaya gitu-gitu lah. Kita bisa instropeksi diri sendiri dan jawab
pertanyaan-pertanyaan itu.
Seandainya kalian merasa karakter kalian semakin bertambah baik dengan
adanya si pacar, maka boleh hubungan berlanjut. Tapi jika yang terjadi justru
sebaliknya, kita harus mulai mikir, apakah pacar kita itu memang bener-bener
seseorang untuk seumur hidup kita, seseorang yang ditunjuk Tuhan untuk jadi
jodoh kita, ato cuma sekedar seseorang yang kita pertahankan karena kita masih
sayang, masih cinta sama dia, bahkan ga tega mutusin dia. Melanjutkan hubungan
karena faktor kasian juga ga baik loh—malah bikin kita terbeban dan tersiksa.
Pacar yang baik, yang memang Tuhan tunjuk buat kita, adalah seseorang
yang bisa bikin kita berkembang ke arah yang lebih baik—jadi lebih dewasa, ga
angkuh, bisa mengakui kalo diri sendiri salah kalo emang salah (instead of
selalu merasa diri benar), dan yang terutama bisa bikin kita lebih dekat dengan
Tuhan. Kita-nya pun menghasilkan hal yang sama buat dia; dia jadi lebih
dewasa, ga angkuh, mau nerima kalo dia salah, lebih dekat sama Tuhan, dsb. Jadi simbiosis mutualisme gitu. Ga cuma sepihak doang yang merasa bahagia/beruntung.
A good relationship makes good relations with others: God, family, friends, yourself, and your significant others.
A good relationship makes good relations with others: God, family, friends, yourself, and your significant others.
KESIMPULAN
Don’t be galau kalau kamu diputusin seseorang.
Don’t be galau kalau kamu tahu doi bukan yang terbaik buat
kamu, dan kamu harus mutusin doi.
Yes, people can change. Yang jadi masalah sekarang apakah
doi MAU berubah demi kamu?
Atau harus selalu kamu yang berubah demi doi, supaya kamu sesuai dengan keinginan
dia, sampe kamu harus ninggalin prinsip yang selama ini kamu pegang, keluarga,
teman, bahkan Tuhan?
Tujuan dari pacaran adalah untuk ke jenjang pernikahan; berarti
bersatunya dua individu berbeda yang harus bisa saling menerima satu sama lain.
Kalo penerimaan cuma berjalan satu pihak, yang bahagia cuma satu pihak doang
dong, sementara pihak lainnya menderita. Mau kaya begitu?
Jadi putus/diputusin bukanlah akhir dari dunia. Tuhan mengijinkan kita
putus/diputusin karena memang doi bukanlah seseorang buat seumur hidup
kita. Atau karena pelajaran yang kita dapet dari si pacar udah cukup dan kita
lebih berkembang ke arah yang lebih baik bukan sama doi; begitu pula
sebaliknya. Atau simply karena kekurangan yang kita punya ga bisa
diterima doi; begitu juga sebaliknya.
Kalian mungkin bilang bahwa gue ini sebagai pihak yang mutusin jadi
gampang aja ngomong kaya begini. Guys, gue juga pernah diputusin, dan ga
cuma sekali. Salah satu pesan dari mami gue yang selalu gue pegang; kalau kamu siap untuk mencintai, berarti kamu siap juga untuk sakit. Ketika gue diputusin karena doi ga bisa terima kekurangan gue, gue ga lantas galau 1001 malam. Gue udah berjuang buat nerima kekurangan doi, dan berhasil. Doi pun pasti udah merjuangin hal yang sama yaitu nerima kekurangan gue, tapi kalo ujung-ujungnya doi ga bisa terima gue, gue bisa kok ngerti sama keputusan yang dia ambil. Itu toh proses kehidupan. Maksa biar doi bisa terima kita lagi sama sekali bukan hal yang baik. Hubungan yang sehat tuh bukan hubungan yang dipaksakan. Kalo ada di antara kita yang masih forcing ourself to others, then we must grow up.
Jadi gue ga pernah galau lama-lama. Gue consider semua poin-poin di atas. Justru gue bersyukur gue ga mengikat janji seumur hidup sama seseorang yang memang ga Tuhan peruntukkan buat gue. Lagian ngapain gue nyiksa diri sendiri dengan galau lama-lama--jadi ga napsu makan, ga niat gaul, ga mood ngapa-ngapain, dll--karena Tuhan udah melakukan kebaikan buat gue? Kasian juga ortu yang merawat kita, menyaksikan kita tumbuh, sayang sama kita, tapi lalu ngeliat kita menghancurkan hidup gara-gara seseorang itu doang. Kasian sama temen-temen kita yang selalu setia jadi tempat sampah, nerima semua pemikiran negatif dan keluhan dari kita padahal mereka sendiri juga punya kehidupan dan kecapekan sendiri.
Jadi gue ga pernah galau lama-lama. Gue consider semua poin-poin di atas. Justru gue bersyukur gue ga mengikat janji seumur hidup sama seseorang yang memang ga Tuhan peruntukkan buat gue. Lagian ngapain gue nyiksa diri sendiri dengan galau lama-lama--jadi ga napsu makan, ga niat gaul, ga mood ngapa-ngapain, dll--karena Tuhan udah melakukan kebaikan buat gue? Kasian juga ortu yang merawat kita, menyaksikan kita tumbuh, sayang sama kita, tapi lalu ngeliat kita menghancurkan hidup gara-gara seseorang itu doang. Kasian sama temen-temen kita yang selalu setia jadi tempat sampah, nerima semua pemikiran negatif dan keluhan dari kita padahal mereka sendiri juga punya kehidupan dan kecapekan sendiri.
Move on, guys. Emang ga gampang, tapi bisa. Sibukkan diri
dengan aktivitas dan hobi. Terutama baca firman Tuhan. Doa kalo lu mulai
ngerasa galau lagi. Jangan jadi orang bego, nangisin ato mikirin seseorang yang
bahkan udah ga mikirin kita lagi.
And for another person, I’ve been wanting to say this to you; I didn’t
ended our relationship because of influences from others. I ended our
relationship because you, who said you will change, didn’t change at all. And most
of all, you couldn’t accept my family. There are many more flaws of you that I could
not accept. Our relationship was too unhealthy for me. So many reasons why our
relationship will not work out & that’s why I decided to end it. I know you’re
not happy if our relationship end, but I won’t be happy if our relationship
continues. Please do not only think about your own happiness. Good relationship
needs approval from and produce happiness of both sides, not only one. If you’re
an adult, surely you’ll understand.
Sekian dari saya. Maap kalo kepanjangan :)
Hai..tadinya saia mau kita ketemu,tapi susah sekali krn ga ada komunikasi apa" selama ini. Disini ,saia bakal coba ngom dgn sesingkat mungkin. Maaf kalo kepanjangan :)
ReplyDeleteSaia udah baca loh blognya. Isinya bagus n membangun.
Tapi, rasanya ada bbrp yg kurang sreg. Eh,bentar,itu cerita mksdnya ttg kita kan? Takut salah aja. Ok,lsng to the point.
Bijaksananya hal" yg sifatnya pribadi itu ga di publish. Terlepas apapun tujuannya. Kalaupun mau di publish,silahkan aja kalau isinya udah dibicarakan bersama terlebih dulu. Tapi, lebih baik hal" yg pribadi biarlah jadi konsumsi pribadi.
Lanjut.
Saia pikir, semua manusia punya kekurangan dan kelebihannya masing". Memang, agak sedih kalau kita dapat menerima kekurangan pasangan, dan mungkin bisa menutupinya dengan kelebihan yang kita miliki sedangkan pasangan kita terlalu sibuk memikirkan apa yang lebih baik untuk dirinya sendiri tanpa sadar apa yang dilakukan pasangannya. Ga akan ada habisnya mencari orang yang lebih baik. Karena pasti selalu ada orang yg lebih baik lagi. Kalau kita mau, kita lebih bisa bersyukur untuk hal" baik dan selalu usaha buat ngurangin yg ga baik.
Terakhir, perubahan itu butuh proses yg ga sebentar. Tapi, ga ada yg ga mungkin. Dan saia berusaha 100% buat nepatin apa yg udah saia janjiin (karna sifatnya pribadi,skip). Dan pada waktunya yg sudah disepakati,akan ada hasil yg nyata.
Nb : Kita komitmen, kalo ada cobaan di depan kita ga akan cepet nyerah. For us, this is the first major crisis in our relationship, and I am stick to our commitment, and focus for what I have-to-do list. Karna wajarnya kita pasti nyesel kalo ga pegang omongan.
This is not forcing..ga masalah mau stick sama komitmennya apa ngga,karna sudah publish, jadi orang lain yang akan menilai, bukan saia lagi^^
Oh ya, 1 hal penting yg baru nyadar belom ke mention adalah memang kita pny hak pas kita ga bisa terima kekurangan pasangan kita (we have our rights,really,I mean it) but, if you as experienced as you said, don't you think you also deserved a second chance if this happened to you?
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteQue sera sera, whatever will be, will be.
ReplyDeleteSebagai cewe, g stuju sama isi blognya. Karna nangisin dan galauin seseorang yg udah ga prnh mikirin kita lagi itu bikin cape sendiri, dan move on itu perlu (and that's relieving).
Dan sebagai seorang cewe yg sedang menjalin hubungan serius dengan seorang cowo, g juga setuju sama komen d atas itu. Karna berubah itu perlu waktu dan sangat sulit, apalagi kalo ga ada dukungan.
Tapi sebagai seorang manusia yg sudah belajar cukup banyak dari segala peristiwa kehidupan, baik sendiri atopun orang lain, g dapet satu pencerahan yang sangat melegakan jiwa dan raga.
Saat kita menjalani sebuah hubungan, baik persahabatan ataupun pacaran, semuanya pasti memerlukan perjuangan, dan pasti menghasilkan rasa sakit. Selama itu hubungan antar manusia, dua hal itu pasti ada, cuma ada beberapa yg tidak disadari dan disadar-sadari.
Because life is always about choices. Masalahnya tinggal kemanakah jatuhnya pilihan kita?
Rasa sakit dan perjuangan manakah yg would be worth it in the end?
Atau kalau kata' nya dibalik
Kebahagiaan yang manakah yg bisa membuat kita lupa akan segala rasa sakit dan beratny perjuangan yg dilalui?
Lalu, bahwa nothing lasts forever. Even those pain, even those tears that falls down your cheek. Nikmati sajalah semua perasaan yang sedang melanda dirimu. Toh nanti juga lewat, nanti juga ilang sendiri.
Because these too, will pass.
Cheers!
S.J
Mula-mula, segala sesuatu itu berdasarkan "kesamaan dengan diri sendiri". Contohnya saat manusia berada di lingkungan asing yang dimana gada yang kenal, maka manusia cenderung mencari adanya kesamaan dengan dirinya. Contoh: mendekat dengan gender yang sama dan menghindari gender yang berbeda.
ReplyDeleteBegitupun halnya dengan menjalin hubungan (keluarga/sahabat/pacaran). Awal kita tertarik pasti ada kesamaan yang entah itu adalah kesamaan hobi, suku, agama, regional, dll. Namun, seiring hubungan itu berjalan, munculah sesosok yang bernama kecocokan. Kecocokan berarti ekspektasi kita sama dengan realita. Contohnya gue suka banget cewe gamers, dan kebetulan pacar gue itu seorang gamer. Selamat! Inilah yang disebut kecocokan.
Namun mirisnya, ga ada yang 100% cocok, termasuk cocok dengan diri kita sendiri. Pengalaman saya yang membuat saya menyadari ini adalah saat saya ikut kejuaraan badminton pertama kali yang dimana saya sudah berlatih lebih sering, nonton banyak video badminton, sampai belajar teknik-teknik dan taktik baru. Menjelang hari-h, saya merasa cukup pede dan berada dalam kondisi prima. Namun yang saya alami benar-benar membuat saya heran. Badan saya mendadak kaku, saya kerahkan semua tenaga pun, pukulan saya lembek banget. Belum pernah merasa seperti demikian dan benar-benar diluar dugaan. Rasanya.... bayangkan anda eureup-eureup dengan mata terbuka. Ya, exactly seperti itu! Apakah salah saya? Mengapa bisa sampai seperti itu? Sampai detik inipun saya masih tidak paham bagaimana itu bisa terjadi.
Sejak kejadian itu, saya merasa saya lebih paham dengan yang namanya 'kecocokan' itu. Namun tidak. Ekspektasi seseorang itu terus berganti dan periodenya sangat acak. Kadang dalam beberapa tahun, atau bisa juga dalam hitungan detik saja. Pengaruhnya pun beragam, bisa dari mood, pengaruh orang lain, ataupun kesadaran pribadi. Maka jangan heran banyak orang yang melakukan apa yang pernah disangkalnya. Ini sangatlah normal dan apabila anda benci akan hal ini, otomatis anda membuat diri anda sendiri menjadi statis atau bahkan ends up membohongi diri sendiri. Contohnya, saya benci dengan orang itu, enyahlah! Jangan mendekat! But, at the end of the day, yang ngajak ngobrol duluan ternyata orang yang mengusir itu, loh. Sekali lagi, ini hal yang normal. Sebenarnya, ekspektasi membuat hidup kita bukan fokus mengejar cita-cita, namun fokus menghindari statement-statement sangkalan seperti ini. Seperti buah simalakama. Apabila anda terus menghindarinya, anda akan mengalami kerugian besar, karena anda sama sekali tidak akan pernah mencoba hal itu di sisa hidup anda. Namun apabila anda menyangkalnya, anda merasa baru saja membohongi diri sendiri, diperparah dengan orang-orang di sekeliling anda yang mulai mengolok-olok anda, atau mungkin sumpah serapah yang macam-macam (gantung di Monas cenah... LOL).
Inti dari komen panjang saya adalah move on. Anda berekspektasi = anda hidup di masa lalu. Mau sampai kapan ingat-ingat janji manusia dan berpegang pada janjinya? Percayalah, semua manusia... ya, semua manusia adalah pemberontak, egois atau semena-mena, dan pemegang janji terburuk diantara seluruh makhluk. Namun sekali lagi, ini normal, dan anda tidak dituntut Tuhan untuk selalu menepati janji yang pernah anda buat. Okay, apabila anda tidak percaya kalau anda egois, coba renungkan reply saya berikut.
Akhir kata, saya sarankan berusahalah sekuat tenaga anda untuk jangan berekspektasi, karena sampai di titik manakah anda bisa berubah dan SEMUA orang puas? NEVER! Jangan berharap orang lain berbuat baik untuk anda. Tidak ada orang yang memiliki KEWAJIBAN untuk berbuat seturut kehendak anda.
Mengapa anda belajar?
Delete"Untuk kemudian bisa sukses"
Berapa banyak orang yang kelaparan di luar sana, namun anda memilih untuk belajar dan mengembangkan diri? Hidup anda sangat terjamin sehingga pemikiran anda diproyeksikan untuk beberapa bulan, bahkan tahun mendatang. Namun bagi orang-orang tertentu, mereka hanya memikirkan apakah besok mereka masih bisa hidup, ditambah terlahir dengan keterbatasan fisik, mental, ekonomi, dan lingkungan. Bayangkan anda terlahir dalam keadaan cacat, di lingkungan yang sangat amat primitif, cuaca ekstrim, dan tempat tinggal yang sangat sulit dijangkau oleh orang luar.
Apa yang bisa anda lakukan?