Hi! Irena’s writing.
Sori lama ga update, lagi ada di rumah di bandung dan ga ada
internet di rumah, so yeah. Baru bisa nge-post lagi nih.
Kata orang, kalau mau nulis sesuatu, tulislah yang lagi
happening banget sama kita saat ini.
Jadi, aku mau nulis tentang relationship.
Maklum jomblo, jadi pengeeen gitu nulis tentang ginian *loh*
Okay, here it is. Kadang
aku bingung sama anak muda jaman sekarang. Ini kisah nyata nih: Si A jadian
sama si B, eh bulan depan putus, si A jadian sama temen si B, yaitu si C, dan
si B jadian sama si D. Eh terus mereka jalan bareng aja gitu berempat. Ga ada
perasaan ga enakan atau masih sayang sama mantan atau stuff like that. Another example, aku pernah nemu satu temen cewe
yang bisa gonta ganti pacar sesering frekuensi dia beli bedak. I mean, do you really have feeling for the
boy you date? Ga sedih gitu ya putus sama cowo, dan bisa langsung jadian
lagi sama orang lain yang mungkin kamu baru kenal sebulan atau dua bulan? Entah
aku yang terlalu modest atau kolot
kali ya, tapi emang di mindset aku, deciding to be in a relationship is a big,
serious matter.
Mau share dulu
dikit, dari hampir 21 tahun hidup aku, baru sekali aku pernah pacaran. It was an about four-year relationship.Yeah
I know it was quite a while, wasn’t it? Banyak orang berpikir kalau dulu
aku dan dia adalah tipe selalu-dan-selamanya. Tapi tidak. For about two years ago, that relationship was ended. Breaking my heart
to pieces at that time. Dan ga ada komunikasi berarti lagi antara kami
sampai saat ini.
Sad isn’t it? When a
person you know becomes the person you knew.
Sedihkah aku ini berakhir? Saat itu, ya. Ketika kamu sudah
sangat terbiasa dengan kehadiran seseorang yang berharga buat kamu, for a long time, and you lost him or her in
a sudden, all at once, life became so miserable. Kosong. Sepi. Sendiri. Setiap
kali kamu berhadapan dengan benda, situasi, atau hal lain yang mengingatkan
kamu ke dia, it’s like hell you know.
Tears wouldn’t stop flowing. You started to imagine things, the flashback, the
stories you’d both shared.
Tapi menyesalkah aku? Tidak. Banyak hal yang aku pelajari
dari hubungan itu, dari dia. Aku bisa menjadi aku yang sekarang inipun karena
aku mengalami proses kehidupan, di mana hubungan ini ambil bagian di dalamnya. Just imagine, out of 21 years I’ve lived,
four I spent with him. It’s like almost 20% of my life. But I knew, even at
that time when I broke up, we had to stop this relationship. Why? Because the
relationship grew too deep in me. Kalau minjem istilahnya si Jacob di Twilight Saga, mungkin aku sangat meng-imprint
dia. My eyes were blinded so much
that I could only see him, the gravity that held me is him.
As the time goes by, aku berefleksi. Pertanyaan yang ga
mungkin terhindarkan adalah: Mengapa ini harus berakhir? Apa sih yang salah
dari hubungan ini? Dan pelan-pelan aku tersadar – the major mistakes happening in the relationship were mine. Well,
despite of many reasons we broke up, aku rasa ini harus berakhir bukan
karena siapa-siapa, tapi karena aku sendiri, and for my own good (from my perspective loh ya ). From this experience (I dare not say this is
a failure),I learned loads of things, and my eyes were opened to reasons and I
started to see things differently. Ga lagi terfokus sama rasa sedih dan
kehilangan, tapi aku disadarkan – dua kesalahan besar yang sangat sentral, yang
aku lakukan di masa-masa aku menjalin relasi ini.
Well, the first mistake I made when I started this relationship was I didn’t pray for it. Dan kesalahan
ini membuat aku ga siap untuk memulai suatu hubungan yang bener. Ga tanya dulu
sama Tuhan “Is he the one for me, am I
the one for him?” or “Am I ready enough?” Yah, alibi aku sih, waktu itu kan
aku masih ga tau apa-apa. What do you
expect from a 14 years old girl, without no experience in this love thingy?
Masih bagus juga bisa tahan sampai 4 taun. But
a mistake is a mistake. By the time I realized it, I knew why we were supposed
to end. Tuhan mau ajar aku ga main-main untuk memulai sesuatu, Dia sangat
ingin dilibatkan dalam setiap keputusan yang aku ambil, termasuk ketika aku
memutuskan untuk menjalin komitmen dengan seseorang, dan memastikan aku siap
untuk itu.
Secondly, arah
hidupku mulai salah ketika prioritas
utamaku adalah si pacar. Like I said
above, aku rasa waktu aku menjalani hubungan sama dia, aku terlalu fokus
sama dia. Dari bangun tidur sampai mau tidur, semuanya tentang dia. Memang aku
tipe orang yang gampang sayang sama orang, yang kalau udah sayang itu ga
setengah-setengah, tapi bukan berarti fokus utama hidupku adalah dia, ya kan? My life is not supposed to be that way. I
think. Ohya, aku sama sekali tidak menyalahkan dia. Dia ga pernah nuntut
apa-apa yang berlebihan dari aku kok. Cuma akunya aja masih “oon” gitu, too fall in love with the idea of love,
which proved I was not ready for a relationship, belum dewasa *ceileh*
Oke. Dari dua kesalahan ini setidaknya aku belajar untuk ga
mengulang kesalahan yang sama. Satu, berdoalah
sebelum mengambil segala keputusan di hidup kita. You know, prayer doesn’t not only change things. It changes people.
It changes us. Kalau kita udah make
sure kalau keputusan yang kita ambil
itu sesuai sama kehendak Bapa, otomatis kita jadi lebih siap dalam menjalani
setiap konsekuensi dari keputusan itu, whether
it is sweet or bitter in the process. He is our Father, and as a Father, he
won’t want bad things happen to us. Kalau minjem perkataan kakak rohani aku
“Tuhan itu ga pernah jahat, Na.” Gitu katanya. Dan aku percaya itu. Kalau dikaitkan
sama relationship matter, ya mulailah berdoa. Mendoakan kesiapan
diri sendiri untuk memulai sebuah relasi. Berdoa untuk calon pasangan hidup
kita, supaya dia dipersiapkan begitu rupa, menjadi pria atau wanita Allah. Berdoa
untuk sebuah pertemuan yang tepat, di mana kita akan menemukan diri kita
sepadan dan saling melengkapi dengan dia yang kita doakan. In His time, by His will, through His way. Bukan sekedar niscaya,
tapi pasti kita akan menemukan bahwa semua doa yang kita ucapkan dan waktu yang
kita habiskan buat nunggu that right
person itu ga sia-sia. It is all worth waiting and fighting for.
And for the next step,
jangan biarkan diri kita terfokus hanya pada si pasangan hidup (pacar/suami/
istri). Hey, that’s not what we’re made
for! Tugas utama kita dalam hidup itu adalah memenuhi destiny kita,
men! Destiny manusia itu ga
semata-mata rangkaian perjalanan hidup dari lahir-sekolah-kuliah-kerja-nikah-punya
anak-punya cucu-mati. Destiny talks about
vision. And the vision comes from God. Apa yang Tuhan, Pencipta kita, udah
desain buat kita. Yang Dia mau kita lakuin dalam hidup kita. His blueprint for our life. Hidup kita
harusnya berpusat sama Dia. And I mean,
our ENTIRE life. Including this relationship matter.
Ada satu buku yang aku baca, lupa judulnya, tapi idenya gini:
“Maaf pasanganku, aku tidak bisa mengasihimu lebih dari aku mengasihi Tuhan.
Aku tidak akan bisa mengasihimu kalau aku tidak mengasihi Tuhan, dan dengan
mengasihimu aku bisa lebih lagi mengasihi Tuhan.” Ribet ga tuh bacanya? Ahaha…
Penjelasannya gini, kita bisa mulai mengasihi orang lain dengan baik kalau kita bener-bener mengasihi Tuhan. Salah satu quote yang pernah aku baca bilang gini “Relationship with God is the best relationship you can have. If your relationship with God is not right, then none of your relationship with others can be right either.” Manusia ga sempurna, akan ada saat-saat di mana si pasangan hidup akan mengecewakan kita, betul? Nah kalau kita sepenuhnya fokus pada si dia yang menghancurkan hati kita, yang ada hidup kita akan hancur, hati kita hancur, ga mau ngomong, ga mau makan, ga mau minum, ga mau keluar kamar 3 hari *lebay* pokonya we won’t stand facing the problems.
Tapi kalau relasi itu berpusat pada Tuhan, that’s a total different. Di saat masalah itu muncul, fokusnya ga akan ke si dia yang mengecewakan dan diri kita yang terkecewakan, tapi gimana menyelesaikan permasalahan dan berdoa sama-sama. Remember, kemampuan manusia untuk mengasihi itu terbatas. Dalam satu hubungan pasti ada momen di mana si pacar berubah jadi monster super ngeselin – rasanya capek, jenuh, ga sanggup buat mengasihi dia lagi. Tapi kalau fokus kita adalah Tuhan dan kita terhubung sama Tuhan yang adalah sumber kasih, maka kita ga akan kehabisan kasih buat dibagi ke si pacar juga, yang memampukan kita untuk face and solve the problem together. Kita akan diingatkan kembali pada doa-doa kita bahkan sejak relasi ini belum dimulai, bagaimana kita belajar mengasihi dia dengan mendoakan dia, bahkan sebelum kita ketemu sama dia. And as we see His great works in our relationship, as we see our partner as His greatest gift, we learn to love Him more too.
Penjelasannya gini, kita bisa mulai mengasihi orang lain dengan baik kalau kita bener-bener mengasihi Tuhan. Salah satu quote yang pernah aku baca bilang gini “Relationship with God is the best relationship you can have. If your relationship with God is not right, then none of your relationship with others can be right either.” Manusia ga sempurna, akan ada saat-saat di mana si pasangan hidup akan mengecewakan kita, betul? Nah kalau kita sepenuhnya fokus pada si dia yang menghancurkan hati kita, yang ada hidup kita akan hancur, hati kita hancur, ga mau ngomong, ga mau makan, ga mau minum, ga mau keluar kamar 3 hari *lebay* pokonya we won’t stand facing the problems.
Tapi kalau relasi itu berpusat pada Tuhan, that’s a total different. Di saat masalah itu muncul, fokusnya ga akan ke si dia yang mengecewakan dan diri kita yang terkecewakan, tapi gimana menyelesaikan permasalahan dan berdoa sama-sama. Remember, kemampuan manusia untuk mengasihi itu terbatas. Dalam satu hubungan pasti ada momen di mana si pacar berubah jadi monster super ngeselin – rasanya capek, jenuh, ga sanggup buat mengasihi dia lagi. Tapi kalau fokus kita adalah Tuhan dan kita terhubung sama Tuhan yang adalah sumber kasih, maka kita ga akan kehabisan kasih buat dibagi ke si pacar juga, yang memampukan kita untuk face and solve the problem together. Kita akan diingatkan kembali pada doa-doa kita bahkan sejak relasi ini belum dimulai, bagaimana kita belajar mengasihi dia dengan mendoakan dia, bahkan sebelum kita ketemu sama dia. And as we see His great works in our relationship, as we see our partner as His greatest gift, we learn to love Him more too.
Okay, that’s my words
for today. Gotta go now! Mungkin tulisan aku ini lebih berguna buat yang
jomblo sih, hahaha… sori yah buat yang udah in rels :) tapi semoga ini juga bisa
berguna buat nge-review hubungan
kalian deh! Sori juga kalo kepanjangan hahaha. Any thoughts? Put some comments, please :)
Dan ohya, hei kamu, sepertinya aku sudah bisa melepaskan
kamu :)
The Most Inspiring Story of The Year
ReplyDelete*standing ovation*
*ceurik cerambai*
Well, yeah. Relationships are not the same as soap operas - or usually we call as sinetron - in real life. It talks more than just love, feeling and logic thingies. And for all of you who read this, evaluate. None is perfect. And also: one should stop searching for the right one. Just strive to be the right one, and everything will be added to you. How to be right? Have an intimate relationship with THE RIGHT ONE. The only ONE, noone else.
ReplyDeleteNumpang komen yah..critanya 80% sama..buat 2 poinnya itu terutama..sama persis..T.T
ReplyDeleteSemoga yg bc jadi belajar sesuatu,n kejadian kaya gini bisa ga terulang buat orang laen..
I try to move on now,If u can,pray for me..OK?^^
Love is a grace from Father
Love is Him
If we want to be loved,
Love Him first
Yes, it’s true.. :)
ReplyDeleteI’m so glad for you, Na.. Finally ya.. Hiks.. T-T
Glad if you all find this helps:) and Hadi,semangaaaaattt!! Sure will pray for you :)
ReplyDeleteFghting! lol #nyemangetindirisendiri
ReplyDeleteKAMU PASTI BISA HADI!!! Of course we will pray for you.. :)
ReplyDeleteklo kata gerrard pas lomba band : SPEECHLESS. :'(
ReplyDelete